Bersama angin yang terus melaju bersama waktu, selembar kertas buram melayang mengikuti jejak takdir. Beriring dedaunan yang luruh di kemarau yang baru saja hadir, terbacalah sebuah catatan sebuah sejarah selembar jiwa.
“Kawan… bila engkau telah membaca tulisan ini, telah terentanglah jarak dan waktu di antara kita. Laksana dalam sebuah drama buatan manusia, ini adalah wasiat sepotong jiwa yang resah mencari sebuah arti sebuah kata. Ku bukanlah pujangga, karna ku takpunya sejuta kata untuk ungkap sebuah makna. Ku hanya punya satu bahasa.. Diam.
Kawan… dalam tarian jemari ini, ku ingin sejenak larut dalam episode yang telah berlalu. Ketika engkau tertawa dan menangis, demikian juga aku. Ketika engkau kerutkan dahi dan manyunkan mulutmu..ah tidak demikian aku.. . heehehhehe… ku tertawa sendiri.
Kawan…. Adakah putaran waktu yang lalu menjelmakan sebuah Kristal kenangan? Ataukah hanya semilir angin di musim pancaroba? Ahh.. kenapakah ku bertanya hal itu.. sedang kita telah menjadi sosok sosok yang mempunya bayangan sendiri. Tak perlu ditanya kembali apakah warna bayang bayang kita.
Kawan… ku lihat engkau semakin indah, semakin bercahaya, juga semakin faham bagaimana rasa sebuah garam dan asam. Maafkan aku bila telah hilang waktu yang beberapa, sehingga tak bisa kulihat bagaimana engkau melangkah dan berlari. Bukan ku hendak menciptakan belati dalam sebuah genggaman, tetapi memang kuharus menghilang demi sebuah nama. Nama yang sekarang sudah menghilang ditelan bayang rembulan. Nama yang memberikan sebuah nama lain yang terus menggempurkan sebuah rindu. Rindu yang tak terobati.
Kawan… Bila engkau telah membaca ini, maka ku telah hilang dari sebuah zaman. Ku telah menjelma menjadi bayang di balik rembulan. Yang akan selalu tersenyum untukmu… untuk sebuah nama, untuk sepotong jiwa…untuk sebuah asa.. untuk sebuah Tanya….Tetaplah menajadi cahaya untuk semua ..!!!
Kawan..ingin ku bertanya.. ingin ku bercerita…tapi ku hanya punya satu bahasa… DIAM.
DIAM DALAM GELAPNYA BAYANG REMBULAN
“Kawan… bila engkau telah membaca tulisan ini, telah terentanglah jarak dan waktu di antara kita. Laksana dalam sebuah drama buatan manusia, ini adalah wasiat sepotong jiwa yang resah mencari sebuah arti sebuah kata. Ku bukanlah pujangga, karna ku takpunya sejuta kata untuk ungkap sebuah makna. Ku hanya punya satu bahasa.. Diam.
Kawan… dalam tarian jemari ini, ku ingin sejenak larut dalam episode yang telah berlalu. Ketika engkau tertawa dan menangis, demikian juga aku. Ketika engkau kerutkan dahi dan manyunkan mulutmu..ah tidak demikian aku.. . heehehhehe… ku tertawa sendiri.
Kawan…. Adakah putaran waktu yang lalu menjelmakan sebuah Kristal kenangan? Ataukah hanya semilir angin di musim pancaroba? Ahh.. kenapakah ku bertanya hal itu.. sedang kita telah menjadi sosok sosok yang mempunya bayangan sendiri. Tak perlu ditanya kembali apakah warna bayang bayang kita.
Kawan… ku lihat engkau semakin indah, semakin bercahaya, juga semakin faham bagaimana rasa sebuah garam dan asam. Maafkan aku bila telah hilang waktu yang beberapa, sehingga tak bisa kulihat bagaimana engkau melangkah dan berlari. Bukan ku hendak menciptakan belati dalam sebuah genggaman, tetapi memang kuharus menghilang demi sebuah nama. Nama yang sekarang sudah menghilang ditelan bayang rembulan. Nama yang memberikan sebuah nama lain yang terus menggempurkan sebuah rindu. Rindu yang tak terobati.
Kawan… Bila engkau telah membaca ini, maka ku telah hilang dari sebuah zaman. Ku telah menjelma menjadi bayang di balik rembulan. Yang akan selalu tersenyum untukmu… untuk sebuah nama, untuk sepotong jiwa…untuk sebuah asa.. untuk sebuah Tanya….Tetaplah menajadi cahaya untuk semua ..!!!
Kawan..ingin ku bertanya.. ingin ku bercerita…tapi ku hanya punya satu bahasa… DIAM.
DIAM DALAM GELAPNYA BAYANG REMBULAN